Senin, 28 Desember 2020

Dilema sekolah offline di masa pandemi

        Pagi terik menyinari gedung hijau itu. Ya. Ini rutinitas sekolah ku mengadakan apel pagi. Keaadaan kali ini berbeda. Semua menggunakan masker dan berusaha untuk jaga jarak. Covid 19 masih menyebar di negeri ini. Sekolah dan pondok ku satu satu nya yang berani mengadakan pembelajaran secara offline di kota itu. Yaa mau tidak mau kita harus mengtikuti pembelajaran tersebut secara offline demi kbm yg kendusif dengan protokol kesehatan yang ada. Kembali ke apel pagi. Hari itu adalah hari jumat seingat saya. Seharusnya apel tidak diadakan tapi tiba tiba bunyi bel sekolah berbunyi menandakan kita harus apel atau berkumpul di halaman sekolah. Semua pun bertanya-tanya kenapa kita di kumpulkan? apa yg terjadi? apalagi yg akan berbicara langsung di depan adalah sekertaris pondok yg berarti termasuk pimpinan. Semua pertanyaan itu terjawab setelah ustadz selesai berbicara dan malam harinya ustadzah kepala kesantrian pun menyampaikan informasi yang sama. Ternyata direktur pondok dinyatakan positif covid19 dan sedang berada di ICU. Sontak kita sebagai santri pun sangat kaget dan panik. Dan pada saat itu benar2 semua jalur komunikasi dengan orang tua di tutup dengan alasan agar orang tua tidak khawatir dengan keadaan kita. Yang bisa kita lakukan saat itu hanyalah berdoa kepada Allah dan berikhtiar supaya imun kuat. Sejak ada kejadian tersebut, semua protokol di perketat, setiap pagi diadakan senam bersama, dan setiap hari nya kita di beri vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh. Setelah berjalan 2 hingga 3 hari,  banyak santri yg sakit dan menunjukkan gejala covid19. Keaadaan pun kembali menegang. Banyak isu itu dan ini. Singkat cerita di karenakan banyak yg sakit pondok pun memiliki wacana untuk mengadakan perpulangan bagi yg sehat dan yg masih sakit diperbolehkan pulang setelah sehat. Tapi sekali lagi itu masih wacana.

            Singkat cerita, kita sempat merasa di ambang ketidakpastian karena disisi lain, kita dihimbau untuk packing barang barang yang akan di bawa pulang dan di sisi lain kita juga belum pasti pulang karena pondok masih berunding dengan Dinas Kesehatan setempat. Akhirnya, keputusan perpulangan sudah ditetapkan. Tetapi, semua bersyarat. Bagi yang masih sakit tidak dipebolehkan pulang hingga sembuh demi kesehatan keluarganya . Alhamdulillah saya sehat. Dan pagi itu hari rabu saya pulang dengan sepupu saya yg juga sekolah di pondok tersebut bersama saya. Karena saya tinggal di komplek perumahan yang memang hanya ditempati keluarga besar saya. Karena keluarga di komplek berjaga jaga dengan keadaan saya dan sepupu yang barusan pulang dari pondok, apalagi saya tinggal bersama oma saya yang usia nya sudah termasuk rentan,, saya tidak langsung pulang ke rumah. Dari pondok kami (saya dan sepupu), langsung di antarkan ke rumah sakit guna menjalani swap test. Setelah swap test, sambil menunggu hasil  kami pun di karantina di apartemen milik oma. Kabarnya, hasil swap test akan keluar setelah lima hari.



           Selama masa karantina kami tetap menjaga kesehatan dengan berjemur di pagi hari, olahraga, minum vitamin dan suplemen kesehatan, makan makanan bergizi, dan upaya lainnya. Saat itu kami juga selalu berusaha agar selalu bahagia dan tidak tegang, karena psikis juga berpengaruh terhadap kesehatan. Beberapa hari berlalu,, tiba tiba saya merasa tidak bisa menyium bau2 yang menyengat, kurang bisa merasakan makanan. Dalam hati saya sempat berkata “ jangan jangan saya  positif covid19 ?!  tidak tidak, saya tidak boleh negative  thinking, saya harus positive thingking !! ”.

            Hari kelima karantina pun tiba. Tegang, itu pasti. Tapi saya selalu berusaha untuk tenang dan saya sudah menyiapkan hati jika mendapat hasil yang tidak di inginkan. Dan hasil lab pun menyatakan bahwa kami POSITIF COVID19. Rasanya sangat syok, tapi apa boleh buat, ini sudah ketentuan Allah. Yang bisa kami lakukan sekarang adalah berikhtiar dan berdoa untuk sembuh. Pihak keluarga kami sangat mensupport kami agar semangat untuk bisa sembuh. Memang keluarga selalu ada untuk kita dalam keadaan apapun, entah itu dikala susah atau senang, jauh ataupun dekat, pasti keluarga yang paling peduli dengan kita. Keluarga juga yang selalu mengantar kan kita makanan yg bergizi, vitamin, suplemen, mengingatkan kita untuk makin mendekatkan diri kepada Allah.

            Hari hari kami lalui dengan penuh semangat dan mengatakan pada diri kita masing masing “ ayo !! kamu pasti bisa cepat sembuh ”. Ada hal yang lupa saya sampaikan, bahwa kami termasuk orang tanpa gejala, jadi kami dikarantina mandiri. Informasi tentang saya positif covid19 juga hanya saya sampaikan pada teman dekat dan beberapa orang yang sudah berkontak dengan saya.  Ditengah karantina pun kita mengikuti ujian tahfidz dan sekolah secara online. Akhirnya, di hari ke 13 kita dikarantina kita sudah bisa dianggap sembuh dan pas di hari ke 14 dikarantina kami pulang.  Tapi sebelum kami kembali ke rumah, untuk memastikan kami benar benar sembuh, kami menjalani rapid test. Setelah kurang lebih satu jam, hasil lab menyatakan bahwa kami sudah NEGATIF COVID19. Alhamdulillah, kami langsung sujud syukur berterimakasih atas kesembuhan yang telah di beri Allah.

            


Sejak kejadian itu terjadi kami dan keluarga makin sadar jika covid19 itu benar benar ada. Dan setelah dinyatakan negative bukan berarti saya tidak menjalani protokol kesehatan justru harus semakin ketat. Saya berharap semua warga Indonesia bisa semakin patuh dengan protokol kesehatan yang ada agar pandemi cepat selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar