Selasa, 20 Juli 2021

Istri Terakhir Rasulullah SAW - Maimunah binti Al-Harits

Sebagai muslim yang baik tentunya kita harus tahu tentang kehidupan Rasulullah SAW untuk diambil ibrah nya sebagai contoh di keseharian kita. Termasuk Ummul Mukminin para istri Rasulullah yang dikenal dengan sifat zuhud dan ketaqwaan nya kepada Allah SWT. Yang akan dibahas disini adalah Maimunah binti Al-Harits.

Maimunah binti Al-Harits adalah perempuan terakhir yang dinikahi Nabi Muhammad SAW pada tahun ketujuh Hijriyah. Nama lengkapnya Maimunah binti Al-Harits bin Hazn bin Bujair bin Al-Huzm bin Ruwaibah bin Abdullah bin Hilal bin Amir. Maimunah dilahirkan di Makkah Al-Mukarramah, enam tahun sebelum masa kenabian,  Ibunya bernama Hindun binti Auf bin Zuhair bin Al-Harits.  Dalam keluarganya, Maimunah termasuk dalam tiga bersaudara yang memeluk Islam. Ibnu Abbas meriwayatkan dari Rasulullah SAW, “Al-Mu’minah adalah tiga bersaudara, yaitu Maimunah, Ummu Fadhal, dan Asma’.”Ummu Fadhal adalah istri dari Abbas dan bibi dari Khalid bin Walid dan juga bibi dari Ibnu Abbas. Ia termasuk termasuk pemuka kaum wanita yang masyhur. Ia berasal dari keturunan bangsawan.

Keutamaan Maimunah binti Al-Harits tidak terbatas pada kekuatan iman, takwa, wara’, zuhud, dan kejujuran saja. Lebih dari itu, dia adalah seorang sahabat wanita yang memiliki kontribusi banyak dalam jihad fi sabilillah. Maimunah ikut membantu mengobati tentara Muslim yang terluka, membawa air dan menuangkannya ke mulut para mujahid yang kehausan di medan tempur. Tak hanya itu, dia juga membawakan untuk mereka perbekalan makanan. Ada yang mengatakan bahwa Maimunah adalah sahabat wanita pertama yang membentuk kelompok perempuan pemberi pertolongan kepada orang-orang terluka, atau orang-orang yang berjihad. Tentang Maimunah, Aisyah pernah berkata. “Demi Allah, Maimunah adalah wanita yang baik kepada kami dan selalu menjaga silaturrahmi di antara kami.”

Karena Maimunah lahir 6 tahun sebelum masa kenabian sehingga dia mengetahui saat orang-orang hijrah ke Madinah. Dia banyak terpengaruh oleh peristiwa hijrah tersebut, dan juga banyak dipengaruhi kakak perempuannya, Ummu Fadhal, yang telah lebih dahulu memeluk Islam. Namun dia menyembunyikan keislamannya karena merasa bahwa lingkungannya tidak mendukung.

Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Maimunah pernah menikah dahulu sebelumnya. Suami nya yang pertama yaitu  Mas'ud bin Amr ats-Tsaqafi, saat berita kemenangan kaum muslimin pada perang khaibar datang Maimunah sangat senang dengan berita tersebut tp sang suami,  Mas'ud bin Amr ats-Tsaqafi  justru kecewa mendengar pasukan Muslim meraih kemenangan. Cahaya iman telah menyinari  hati Maimunah, sedangkan sang suami masih tetap membenci dan memusuhi Nabi Muhammad SAW.

Perbedaan keimanan dan keyakinan itu akhirnya membuat pasangan itu akhirnya bercerai. Maimunah binti al-Harits bin Huzn bin al-Hazm bin Ruwaibah bin Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’sha’ah al-Hilaliyah, lebih memilih keyakinannya kepada agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW.  Namun, ia masih menyembunyikan keimanannya itu, hingga tiba saat yang tepat. Setelah itu dia menikah dengan Abu Ruham bin Abdul Uzza yang kemudian meninggal dunia.

Maimunah binti Al Harist sangat menunggu peristiwa Perjanjian Hudaibiyah. Waktu terus berlalu dan akhirnya peristiwa itu tiba. Maimunah sangat senang. Pada perjanjian tersebut, Nabi SAW diperbolehkan memasuki kota Makkah dan tinggal di dalamnya selama tiga hari untuk menunaikan haj. Orang-orang kafir Quraisy tak boleh mengganggunya. Kaum Muslimin pun memasuki kota Makkah dengan rasa aman.

Seluruh kaum muslimin melakukan ibadah haji sambil menucapkan kalimat talbiyah dengan khidmat. "Labbaika Allahumma labbaika, labbaika laa syarika laka labbaika" (Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu, aku memenuhi panggilan-Mu , tiada sekutu bagimu).

Di Makkah ada beberapa orang yang masih menyembunyikan keimanannya. Maimunah adalah salah seorang yang menunggu peristiwa itu terjadi di Makkah. Ia dengan penuh khidmat mendengar kalimat talbiyah membahana di seantero kota suci pertama bagi umat Islam itu. Peristiwa haji tersebut membuat Maimunah makin yakin dan berani menyatakan keislaman nya.

Maimunah pun segera menuju saudaranya, Ummu Fadhl dengan segera untuk menjadi salah satu dari Ummahatul Mukminin. Saudarinya kemudian membicarakan dengan suaminya Al-’Abbas dan diserahkanlah urusan tersebut kepadanya. Abbas  pun segera menemui Nabi SAW dan menawarkan Maimunah kepada beliau. Akhirnya, Nabi SAW menerimanya dengan mahar 400 dirham.

Dalam riwayat yang lain disebutkan, Maimunah sendiri yang datang menawarkan dirinya kepada Nabi SAW. Sehingga, turunlah ayat dari Allah, "Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi menikahinya sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.."(Al-Ahzab: 50). Ketika sudah berlalu tiga hari sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian Hudaibiyah, orang-orang Quraisy mengutus seseorang kepada Nabi SAW. Mereka mengatakan, telah habis waktumu, maka keluarlah dari kami.

Ada rasa keheranan yang disembunyikan pada diri kaum musyrikin selama tinggalnya Nabi SAW di Makkah, karena kedatangan  Rasulullah SAW telah meninggalkan kesan yang mendalam pada banyak jiwa. Sebagai bukti dialah Maimunah binti Al-Harits.

Maimunah tidak hanya cukup menyatakan keislamannya, tetapi lebih dari itu beliau menjadi istri Rasulullah SAW sehingga membangkitkan kemarahan mereka. Untuk berjaga-jaga, Rasulullah SAW tidak mengadakan Walimatul ‘Ursy dirinya dengan Maimunah di Mekah. Beliau mengizinkan kaum muslimin berjalan menuju Madinah. Sampai di suatu tempat yang disebut Sarfan yang berjarak 10 mil dari Makkah, Nabi memulai malam pertamanya bersama Maimunah RA. Hal itu terjadi pada bulan Syawal tahun ke-7 Hijriyah.

Selanjutnya, sampailah Rasulullah SAW bersama Maimunah di Madinah, lalu Maimunah menetap di rumah Nabi SAW yang suci. Setelah Rasulullah SAW wafat, tinggallah Maimunah sendirian hingga 50 tahun. Semuanya beliau jalani dengan baik dan takwa serta setia kepada suaminya. Hingga karena kesetiaannya kepada suaminya, beliau berpesan agar dimakamkan di tempat dilaksanakannya Walimatul ‘Ursy dengan Rasulullah. Pada masa pemerintahan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan, bertepatan dengan perjalanan kembali dari haji di suatu tempat dekat Saraf, Maimunah merasa ajalnya sudah tiba. Ketika itu dia berusia 80 tahun, bertepatan dengan tahun ke-61 Hijriyah. Dia dimakamkan di tempat itu juga sebagaimana wasiat yang dia sampaikan.


Sumber: 

https://www.republika.co.id/berita/q44u0q430/maimunah-binti-alharits-ummul-mukminin-terakhir

https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2014/08/maimunah-binti-harits-istri-terakhir-rasulullah-saw.html 

Rabu, 07 Juli 2021

Seri sahabat Nabi: Abdullah bin Abbas

Abdullah bin Abbas (عبد الله بن عباس, Thaif, 619 - 687 M) adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Beliau merupakan anak dari keluarga yang kaya dari perdagangan bernama Abbas bin Abdul-Muththalib, maka dari itu dia dipanggil Ibnu Abbas, anak dari Abbas. Ibu dari Ibnu Abbas adalah Ummu al-Fadl Lubaba, yang merupakan wanita kedua yang masuk Islam, melakukan hal yang sama dengan teman dekatnya Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Muhammad SAW. Ayah dari Ibnu Abbas dan ayah dari Nabi Muhammad SAW merupakan anak dari orang yang sama, Syaibah bin Hâsyim, lebih dikenal dengan nama Abdul-Muththalib. Ayah orang itu adalah Hasyim bin Abdulmanaf, penerus dari Bani Hasyim klan dari Quraisy yang terkenal di Mekkah. Ibnu Abbas juga memiliki seorang saudara bernama Fadl bin Abbas. Maka, beliau adalah sepupu dr Rasulullah SAW dan keponakan dr maimunah istri Rasulullah SAW. Hubungan keluarga nya sangat kuat dengan Rasulullah SAW dan beliau bisa bebas mengakses rumah Rasul.

Nama Ibnu Abbas (ابن عباس) digunakan untuknya untuk membedakannya dari Abdullah yang lain. Beliau diberi gelar hubrul ummah yaitu cintanya umat dan turjumanul quran yaitu yg dpt memahamkan, menafsirkan, mengintrepertasikan al quran. Ibnu Abbas merupakan salah satu sahabat yang berpengetahuan luas, dan banyak hadis sahih yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas, serta dia juga menurunkan seluruh Khalifah dari Bani Abbasiyah.

Ibnu Abbas adalah salah satu diantara sahabat-sahabat Rasulullah SAW, yang ketika melafadzkan syahadat mereka berusia sangat muda, atau ketika mereka dilahirkan, ayah bunda mereka telah muslim. Perhatian Rasulullah SAW kepada para sahabat cilik ini, tidak berbeda dengan sahabat-sahabat yang lainnya. Bahkan beliau sangat memperhatikan mereka dan meluangkan waktu untuk bermain, bicara dan menasehati mereka.

Rasulullah SAW sering terlihat berdua bersama si kecil Abdullah bin Abbas. Suatu ketika, misalnya, RasuluLlah SAW mengajak Ibnu Abbas RA berjalan-jalan seraya menyampaikan tarbiyahnya kepada pemuda cilik ini: "Ya Ghulam, maukah kau mendengar beberapa kalimat yang sangat berguna?"; tanya Rasulullah suatu ketika pada seorang pemuda kecil."Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah, maka kamu akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapanmu". 

"Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenalimu dalam duka. Bila kamu meminta, mintalah kepada-Nya. Jika kamu butuh pertolongan, memohonlah kepada-Nya. Semua hal telah selesai ditulis" [Hadist Riwayat Ahmad, Hakim, Tirmidzi]

Suatu ketika, Ibnu Abbas ingin mengetahui secara langsung bagaimana cara Rasulullah shalat. Untuk itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya: ummahatul mu'minin, Maimunah bint al-Harist. Ketika itu ia melihat Rasulullah bangun tengah malam dan pergi berwudhu. Dengan sigap Ibnu Abbas membawakan air untuk berwudhu, dengan demikian ia dapat melihat sendiri bagaimana Rasulullah berwudhu. Rasulullah - sang murobbi agung itu - tidak menyepele kan hal ini, beliau mengelus dengan lembut kepala Ibnu Abbas, seraya mendoakan: "Ya Allah, faqih-kanlah ia dalam perkara agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir Kitab-Mu".

Kemudian Rasulullah berdiri untuk sholat lail yang dimakmumi oleh isteri beliau, Maimunah. Ibnu Abbas tak tinggal diam, dia segera berdiri di belakang Rasulullah SAW; tetapi Rasulullah kemudian menariknya agar ia berdiri sedikit berjajar dengannya. Ibnu Abbas berdiri sejajar dengan Rasulullah, tetapi kemudian ia mundur lagi ke shaf belakang. Seusai sholat, Rasulullah mempertanyakan sikap Ibnu Abbas ini, dan dijawab oleh Ibnu Abbas bahwa rasanya tak pantas dirinya berdiri sejajar dengan seorang Utusan Allah SWT. Rasulullah ternyata tidak memarahinya, bahkan beliau mengulangi doanya ketika berwudhu tadi.

Demikianlah, akhirnya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu tumbuh sebagai anak muda yang cerdas dan unggul, memiliki pemahaman yang mengagumkan terhadap makna ayat Alqur`an. Karena keunggulan inilah, sahabat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengajak Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu untuk mengikuti majelis musyawarah beliau yang diisi oleh para sahabat yang berusia lebih tua (senior). Sesuai dgn pepatah ,, seorang yg berilmu itu besar walaupun usianya kecil.

Suatu ketika Umar bin khatab RA mengadakan majelis musyawarah tsb dengan para sahabat rasul yg senior. Lalu di ajaklah ibnu abbas oleh Umar bin Khatab ke majelis tersebut. Para sahabat senior pun sempat terheran "Mengapa anak kecil seperti dia ikut dlm majelis ini". Lalu perbincangan di mulai. Umar Bin Khatab meminta pendapat kpd para sahabat tentang firman Allah pd surat An-Nasr. “ Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, ”. beberapa sahabat pun menyanmpaikan pendapat mereka. Namun Umar Bin Khatab merasa blm ada pendapat yg tepat. Lalu Umar Bin Khatab bertanya pada Ibnu Abbas "Apa pendapat mu wahai Abdullah bin Abbas". Lalu Ibnu Abbas menjawab "Maksudnya adalah ajal Rasulullah SAW". Saat kejayaan islam sudah ada lalu manusia berbondong bondong masuk agama Allah maka tugas rasulullah sudah selesai dan Umar berkata, ‘Tidak ada yang aku ketahui (tentang maksud ayat tersebut) kecuali sebagaimana yang engkau katakan" (HR. Bukhari no. 4970).

Ibnu Abbas tumbuh menjadi seorang muslim yang penuh inisiatif, haus ilmu, dekat dengan Allah dan Rasul-Nya. Ketika Ibnu Abbas berusia 13 tahun, Rasulullah wafat. Demi untuk mendapatkan ilmu, Ibnu Abbas tak patah arang. Beliau sendiri mendatangi para sahabat yang diperkirakan mengetahui apa saja yang ingin ia tanyakan. Dengan sabar, beliau menunggu para sahabat pulang dari kerja keseharian atau da'wahnya.

Demikianlah, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘. Sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad, dari jalur Yazid bin al-Arqam, beliau berkata, “Mu’awiyyah bin Abi Sufyan keluar dalam rangka berhaji bersama Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum. Mu’awiyyah berada di rombongan tersendiri, sedangkan Ibnu ‘Abbas berada di rombongan lain bersama orang-orang yang bertanya kepada beliau tentang masalah fikih.” (Az-Zawa`id ‘ala Fadha`il ash Shahabah no. 1947). Juga sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad, dari jalur Mujahid, beliau berkata, “Ketika Ibnu ‘Abbas radhiyallahu menafsirkan (ayat) tertentu, aku seolah-olah melihat cahaya padadirinya.” (Az-Zawa`id ‘ala Fadha`il ash-Shahabah no. 1935).

Beliau telah meriwayatkan 1600/1660 hadist. Maka mengapa beliau menjadi mercusuarnya ilmu saat sahabat nabi senior sudah wafat maka org2 bisa berkonsultasi, bertanya dan lain-lainnya kepada ibnu abbas. Dalam masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, beliau bergabung dengan pasukan muslimin yang berekspedisi ke Afrika Utara, di bawah pimpinan Abdullah bin Abi-Sarh. Beliau terlibat dalam pertempuran dan juga dalam da'wah di sana. Di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Abbas mengajukan permohonan untuk menemui dan berda'wah kepada kaum Khawarij. Melalui dialog dan diskusinya yang intens, sekitar 12.000 dari 16.000 khawarij bertaubat dan kembali kepada ajaran Islam yang benar.

Abdullah bin Abbas, wafat dalam usia 71 tahun pada tahun 68 H. Sahabat Abu Hurairah RA, berkata "Hari ini telah wafat Ulama Ummat. Semoga Allah SWT berkenan memberikan pengganti AbduLlah bin Abbas" Dari Ibnu Jubair menceritakan, bahwa Ibnu Abbas wafat di Thaif.

Sumber: 

https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2018/12/biografi-abdullah-bin-abbas-ibnu-abbas-ulama-perawi-hadis.html

https://youtu.be/z4Z_7AAPxj4

https://youtu.be/OolUdS7IWPc

https://muslimah.or.id/10435-parenting-islami-44-doa-rasulullah-kepada-ibnu-abbas.html